
Backpacker digital kemungkinan tersesat atau diakali orang di perjalanan tidak akan terjadi. Bahkan bergabung dengan komunitas Backpacker International seperti couch surfing, bisa tidur gratis di mana pun berada. Aslkan rumah kita juga terbuka untuk disinggahi.
Ketika saya remaja (1980 - 82), setiap saya traveling, tempat tidur gratis saya di teras masjid, kantor polisi, pos ronda, stasiun kereta, terminal bus atau camping ground. Jika beruntung, sahabat pena yang saya kabari beberapa bulan sebelumnya lewat pos, menawari kamarnya untuk ditumpangi. Sering juga beradu mulut dengan preman lokal hanya persoalan harga tiket bus antar kota yang mahal. Sekarang semuanya serba digital alias on line.
Di beberapa stasiun kereta, sering saya duduk merenung. Pada ke mana orang-orang? Saya melihat bebereapa bacpacker lebih asyik tenggelam dengan perangkat gadgetnya. Kita jadi serba asing satu sama lain. Pada ke mana orang-orang yang biasa jualan nasi bungkus atau kopi asongan? Sepi sekali stasiun kereta sekarang. Orang-orang yang hendak berangkat ke suatu tempat sekarang diatur oleh komputer. Di satu sisi, saya meyakini backpacker digital sangat beruntung. Ya, di satu sisi backpacker digital sangat beruntung. Di sisi lain, mereka kehilangan sentuhan kemanusian selama di perjalanan. Betulkah itu? buktikan saja. (GG)
No comments:
Post a Comment