Thursday, September 17, 2015
Menulis Sebagai Jalan Keluar dari Kemiskinan
Ketika saya bermimpi ingin membangun gelanggang remaja seperti Bulungan di Jakarta atau Merdeka di Bandung, pesan Bapak, "Kamu harus jadi orang hebat. Kenapa? Karena di Indonesia bukan pada 'apa' yang dikatakan, tapi pada 'siapa' yang mengatakan." Kemudian saya memahami apa yang dikatakan Bapak. Saya menempa diri. Saya tertarik dengan filosofi pendidikan ala Ki Hajar Dewantoro. Maka saya harus jadi guru yang bisa dibanggakan murid-murid saya nanti.
Ketika membangun Rumah Dunia bersama istri dan para sahabat, kami sepakat bukan untuk menduplikasi kami. Bukan untuk mengkloning. Kami menawarkan hal sederhana dan mudah : menulis sebagai jalan keluar dari kemiskinan. Alhamdulillah, sudah berjalan dengan baik. Warga belajar yang secar ekonomi lemah, mnedapat mnafaat dari Rumah Dunia. Jika warga belajarnya secara ekonomi berkecukupan, wawasan menulisnya semakin bertambah dan menjadi pelengkap dalam karir hidupnya.
Maka kami mengajarkan cara-cara menulis yang sangat mudah. Membaca adalah syarat pertama yang harus mereka lakukan. Kami mengenalkan banyak jenis tulisan di dalam jurnalistik, sastra dan film. Mereka bebas memilih. Setiap orang yang belajar ke #RumahDunia akan berbeda kualitasnya - pada akhirnya - ketika proses membaca mereka juga berbeda. Kami memfasilitasinya denan menyediakan ribuan buku di #RumahDunia.
Jika ada yang bertanya kepada kami sebagai guru mereka, "Sudah berkarya 'apa'?", maka kami bisa menunjukkan karya kami tanpa bermaksud menyombongkan. Kami menyarankan, janganlah diskriminatif terhadap karya. Kami menyarakan, agar semua menguasai ilmu menulis.
Kami di Rumah Dunia - saya, Tias Tatanka, Toto St Radik, Firman Venayaksa, Ade Jaya Suryani, Ahmad Wayang, Hilal Ahmad, Qizink La Aziva, Aji Setiakarya, Muhzen Den, Harir Baldan dan relawan lainnya yang sudah bermetamorfosa dari "warga belajar" jadi "guru", terus berproses dan berupaya jadi makhluk pembelajar, yang belajar tidak hanya sekadar guru yang mengajarkan dan memberi instruksi, tapi juga menjadi sparring partner mereka. Kami menulis novel, puisi, cerpen, skenario film, naskah drama, esai, berita, dan feature. Kami menulis skenario film. Kami berupaya memberi contoh, bahwa hidup berkompetisi itu harus secara positif. Karya-karya kami pun diterbitkan jadi buku. Itulah esensi literasi di #RumahDunia; jadi daya dorong untuk meningkatkan kualitas hidup.
Kemudian agar waga belajar di Rumah Dunia memperoleh perspektif baru dan segar, kami juga mendatangkan guru inspiratif dari luar kami. Berderet orang-orang hebat datang ke Rumah Dunia memberikan ilmu. Orang-orang yang memiliki kapasitas melampaui zamannya. Orang Banten yang sukses ada Ahmad Mukhlis Yusuf, DAs Albantani, U. Saefudin Noor, Muchtar Mandala, Jendral Soerjadi Soedirja, H. Embay Mulyasyarief, Halim Ha De, dan Bonnie Triyana. Dari luar Banten ada Dr. Zulkieflimansyah, Prof. Yoyo Mulyana, Anies Bawedan, Rano Karno, Asma Nadia, Kurnia Effendi, Jose Rizal Manua, Iman Soleh II, Si Juki, Habiburrahman El-Shirazy, Helvy Tiana Rossa, Agustnus Wibowo, Hilman "Lupus" Hariwijaya, dan masih banyak lagi, berderet tak tersebutkan sejak 2002...
Kami - murid dan guru - bersama-sama saling berkejaran menimba ilmu dengan gembira. Dengan cara begitu, kami berupaya saling mendorong, agar bisa saling berprestasi. Syukur alhamdulillah, jika pada suatu waktu, warga belajar yang datang belajar atau menimba ilmu di Rumah Dunia berhasil mengejar dan melampaui kami sebagai guru dalam dunia kepenulisan.
Pada akhirnya, belajar dan ingin maju itu harus ada kerjasama keikhlasan, saling sejajar menghargai antara guru dan murid. Semua memahami posisinya. Jika jadi guru, maka jadilah guru yang baik dan sebaliknya, jika jadi murid, ya, jadilah murid yang baik dengan menunjukkan semangat belajar yang tinggi.
Jika orang-orang menganggap Rumah Dunia itu tempat belajar biasa saja, maka mereka akan jadi orang biasa. Tapi, jika kita secara ikhlas membuka hati dan pikiran kita, bahwa Rumah Dunia adalah rumah belajar sekaligus rumah perubahan yang luar biasa, maka kita akan jadi orang-orang yang luar biasa. Begitulah caranya memaknai kehidupan.
Nah, contoh atau testimoni terbaru di tahun 2015 ini adalah Charlis Ridho, relawan Rumah Dunia paling hangat. Dia bergabung setelah lebaran 2015, akhir Agustus. Dia peserta Kelas Menulis Rumah Dunia. Dia serius belajar, maka kami rekrut jadi relawan dan bergabung di Rumah Dunia.
Katanya, "Alhamdulillah. Sejak SD dulu aku dikenal sebagai anak yang bodoh dan tidak pernah mendapat juara kelas. Bila dibandingkan dengan kakak-kakakku, semuanya berprestasi baik di sekolah atau pun di pesantren. Sejak kedua ortu tiada, aku bertekad untuk memberikan kebanggaan kepada kakak dan tetehku di rumah. Hari ini, kamis, 20 Agustus 2015. Aku mendapat juara dua lomba esai/karya tulis ilmiah tingkat mahasiswa se-kota Serang. Satu tropi dan sejumlah uang kudapatkan dari lomba ini, alhamdulillah. Tropi ini kupersembahkan untuk Teh Riroh, A Luay, kang Dian, kang Odin, A Hasan, Teh Uyun, Bi Haji, semua keluargaku.Terimakasih mas Golagong New dan semua relawan yg memotivasi untuk terus menulis."
Literacy for life!
(Gol A Gong)
Labels:
Notes,
Rumah Dunia
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
Syarat belajar di Rumah Dunia apa saja, Bang?
ReplyDelete