Antrian cukup panjang. Akhirnya loket kedua dibuka. Antrian dibelah. Aku perhatikan areal depan stasiun, sepi tanpa pedagang asongan. Inilah dampak dari profesionalisasi di PT KAI. Saya sudah naik kereta dari Binjai ke Medan, Kuala Namu - Medan, Semarang - Purwokerto, Yogyakarta - Gambir, Madiun - Gambir, stsiun sudah bersih dari pedagang asongan. Tidak bisa sembarang orang masuk ke peron, kecuali yang memiliki tiket. Memang bekum sesempurna seperti tetangga kita; Kuala Lumpur dan Singapore.
Setelah tiket di tangan; gerbong 2, kursi 18E, aku masuk ke peron. KTP harus diperlihatkan, dicap oleh petugas. Penumpang membayar Rp. 30 ribu, seharga 1 kali sarapan saya di #klabsehat Arbi Nasution ala #herballife, Pasar Rau, Serang, yang kulewatkan pagi ini. Di peron tidak ada bangku tempat duduk. Jika ingin duduk di lobby atau ruang tunggu. Di Kuala Lumpur, kita menungu di ruang tunggu. Jika kereta tiba, petugas akan memanggil. Kita turun ke peron, masuk ke kerta, dan langsung berangkat.
Sekitar pukul 06:20 kereta api express Kalimaya Merak - Tanah Abang tiba. Kalau dulu berebut naik, sekarang tidak lagi. Untuk apa harus berebut jika semua akan mendapatkan haknya, yaitu kursi yang nomornya sudah tertera di tiket. Ya aku duduk di kursi nomor 18E, sesuai dengan yang tertera di tiket. Transportasi kereta mulai dibenahi sejak zaman Jonan jadi Direktur PT KAI di era SBY. Tidak akan ada lagi cerita main petak-umpet dengan kondektur kereta seperti di novel "Balada Si Roy : Blue Ransel" yang saya tulis. Apalagi duduk di atap kereta. Aku pernah mengalami naik kereta gerbong, duduk di atap, di lokomotif...
Ketika menulis status ini, saya mencermati isi gerbong 2. Kereta berjalan cepat, stasiun kecil seperti Walantaka, Cikeusal tidak berhenti. Hanya di stasiun Rangkasbitung. Beberapa kosong kini terisi. Tapi tidak boleh ada yang berdiri. Aku perhatikan penumpang banyak yang tertidur, karena AC sangat dingin. Kursi-kursinya juga berbusa empuk dan bersih. Deretan 2 kursi berhadapan, lorong, dan 3 kursi berhadapan. Jadi satu jalur 4 kursi dan 6 kursi.
Di sebelahku seorang ibu sarapan dengan menu kesukaanku ; dia makan buras, tahu, dan bakwan. Aku tergoda. Untung pedagang asongan dilarang naik ke kereta sekarang. Kalau saja buras dan tahunya banyak, pasti akan kuminta. Wah, bubar jalan program dietku, yang sudah bedrjalan 6 hari dari 76 turun jadi 75 kg. Tapi kuterhibur dengan lagu-lagu lamaKoes Plus, yang jadi ilustrasi di dalam kereta. Lagu-lagunya yang sweet rock melemparkan saya ke masa remaja (1979-82).
Kondektur tiba menerika tiketku. Dia tersenyum mengontrol tiket dan KTP. Ini fasilitas yang
sesuai dengan harga yang dibayar penumpang. Dua polisi KA menemaninya. Jangan coba-coba tidak membeli tiket, pasti diturunkan di stasiun terdekat.Aku ke Jakarta untuk urusan #FrankfurtBookFair. Semoga visa Schengen ke Frankfurt Jerman hari ini selesai, tidak ada masalah. Persoalannya, Selasa 22/9 besok, passport akan kugunakan ke Taiwan. Aku memberi pelatihan jurnalistik bersama Pendidikan Kesetaraan Taiwan. Insya Allah, berlebaran haji di Taiwan.
Di kereta Kalimaya ini banyak yang kupikirkan. Kesehatan yang menuju baik, alhamdulillah, Solidarnos Cafe di areal Rumah Dunia yang baru, pengerjaannya baru 75%, #RumahDunia yang sedang menyiapkan "Relawan inAction" dan "RumahDunia Ceria". Dan tentu keluarga. Aku harus mengurangi long trip, perjalanan yang memakan waktu berminggu-minggu ke luar negeri. Ada 2 anak kecil yang mesti didorong; Odie (12) dan Azka (11).
Semoga semuanya dimudahkan Allah SWT. Amien. (") #travelwriting


No comments:
Post a Comment