Apa lagi yang bisa ditulis travel writer saat mendatangi sebuah kota? Kuliner
juga bisa kita tulis. Cobalah angle kuliner sarapan. Manfaatkan situasi atau
suasananya. Pilih saat sarapan, makan siang, atau dinner. Saat di
Surabaya, saya mencoba memilih angle kuliner sarapan nasi krawu.
Ini unik. Jika kita ke daerah di sekitar stasiun Gubeng, banyak penjual
nasi krawu, yang hanya ada di pagi hari. Setelah dari rumah Bung Kano,
saya dan Ahmad Wayang – relawan Rumah Dunia, membeli nasi krawu. Ini sarapan murah meriah.
Saya tertarik mewawancari Nurul, penjualnya. “Saya sudah sejak 2007
jualan nasi krawu. Kami dari Bangkalan, Madura. Suami saya bekerja
bengkel. Setiap hari saya mengambil 30 bungkus dari orang lain. Saya
jual Rp. 5000/bungkus. Dari pemiliknya Rp. 4000,- Setiap hari saya dapat
untung Rp. 30.000,- plus bonus 1 bungkus nasi krawu.”
Dari
Nurul pula, saya jadi tahu, bahwa nasi krawu itu dari Gresik. Menu nasi
krawuk sebetulnya biasa saja; nasi putih, serpihan daging dan irisan
tipis singkong yang digoreng. Dibumbui sambal dan dibungkus daun pisang.
Menu sarapan ini terjangkau bagi warga yang hendak bekerja di pagi hari
dan tidak sempat sarapan.
Dengan melakukan wawancara dan mengumpulkan data lewat riset pustaka
(google atau perpustakaan), kita bisa menuliskannya dalam bentuk wisata
kuliner. Kita bisa menambahi tulisan pendukung tentang kota Gresik,
dimana nasi krawu berasal. Tulisan ini adalah draft pertama untuk
menyelamatkan ide yang ada. Nati, jika waktu sudah luang, saya akan
menuliskannya dengan serius. Coba saja. (Gong)
No comments:
Post a Comment